I.
PENDAHULUAN
Bawang merah
merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan Jawa Tengah Khusunya daerah
Tegal dan Brebes yang sangat fluktuatif harga maupun
produksinya. Hal ini terjadi karena pasokan produksi yang tidak
seimbang antara panenan pada musimnya serta panenan di luar musim, salah satu
diantaranya disebabkan tingginya intensitas serangan hama dan penyakit terutama
bila penanaman dilakukan di luar musim. Selain itu bawang merah
merupakan komoditas yang tidak dapat disimpan lama, hanya bertahan 3-4 bulan
padahal konsumen membutuhkannya setiap saat.
Masalah utama
usahatani bawang merah di luar musim adalah tingginya resiko kegagalan panen
karena lingkungan yang kurang menguntungkan , terutama serangan hama dan
penyakit. Hama dan penyakit penting pada bawang merah antara lain :
ulat bawang (Spodoptera exigua) dan Thrips , sedangkan penyakitnya meliputi
antraknose, fusarium dan trotol.
Keberadaan hama
dan penyakit tersebut menyebabkan petani menggunakan pestisida secara
berlebihan karena petani beranggapan bahwa keberhasilan usahatani ditentukan
oleh keberhasilan pengendalian hama dan penyakit, yaitu dengan meningkatkan
takaran, frekuensi dan komposisi jenis campuran pestisida yang digunakan. Akibatnya
biaya usatani bawang merah semakin tinggi dan keuntungan yang diperoleh tidak
seimbang serta tidak memperhatikan konsep pertanian ramah
lingkungan. Dampak lain penggunaan pestisida yang berlebihan yaitu ledakan dari
hama sekunder.
Untuk
mengantisipasi masalah di atas salah satu usaha yaitu mencari dan menggali
varietas-varietas bawang merah yang mempunyai sifat-sifat unggul terutama dalam
hal produksi serta ketahanan terhadap hama dan penyakit utama sehingga varietas
bawang merah tersebut mampu berproduksi walaupun serangan hama dan penyakit
cukup berat. Bilamana varietas unggul yang tahan terhadap hama dan penyakit
diperoleh maka varietas tersebut dapat ditanam pada luar musim sehingga
kesinambungan produksi bawang merah dapat terjamin.
Dari 141
varietas bawang merah yang ada termasuk varietas introduksi belum didapatkan
varietas yang tahan terhadap penyakit di atas kecuali varietas Sumenep yang
relatif tahan terhadap penyakit “Otomatis” tetapi tidak tahan terhadap penyakit
“Alternaria”. Sayangnya varietas ini tidak mampu berbunga dan
belum diketahui cara merangsang bunganya, serta berumur panjang walaupun
mempunyai kualitas terbaik untuk bawang goreng (Permadi, 1992). Beberapa
galur somaklonal dari varietas Sumenep sudah dihasilkan oleh Balitsa Lembang
dan sudah dilakukan uji daya hasilnya di beberapa lokasi. Hasil
somaklonal dari varietas Sumenep mempunyai umbi yang lebih besar dengan warna
yang lebih mengarah kemerah muda dibandingkan varietas Sumenep yang asli. Diharapkan
galur somaklonal Sumenep tetap mempunyai sifat tahan terhadap hama dan penyakit
utama serta mempunyai umbi besar , warna menarik dan rasa bawang goreng yang
lebih enak.
II.
PERMASALAHAN
1.
Adanya
perbedaan produksi pada musim kemarau dan musim hujan
Fluktuasi produksi selalu
terjadi pada usahatani bawang merah yang disebabkan adanya perbedaan
produksi di musim kemarau dan musim hujan. Pada musim
hujan intensitas serangan hama terutama Spodoptera exigua dan
penyakit seperti Fusarium, Alternaria dan Antraknose semakin tinggi. Sehingga
kegagalan panen sering terjadi pada musim hujan. Hal ini disebabkan pada musim
hujan, kelembaban udara lebih tinggi dibandingkan musim kemarau sehingga
intensitas serangan penyakit lebih tinggi. Sedangkan pada musim kemarau suhu
udara lebih tinggi dibandingkan musim hujan sehingga intensitas serangan hama
lebih tinggi dibandingkan intensitas serangan penyakit (Rosmahani et al,
1998) Oleh karenanya produktivitas di musim hujan semakin menurun
dan pasokan produksi juga menurun sehingga terjadi fluktuasi harga. Sehingga
diperlukan adanya varietas bawang merah yang sesuai untuk musim kemarau dan
musim hujan
2.
Belum
cukup tersedia varietas unggul bawang merah yang resisten terhadap hama
dan penyakit penting serta sesuai pada musim hujan
Sampai saat ini belum tersedia
varietas unggul bawang merah yang resisten terhadap hama dan penyakit penting
kecuali varietas Sumenep. Sayangnya varietas Sumenep belum disukai
konsumen bawang merah karena penampilan umbinya kurang menarik dengan warna
umbi kekuningan dan bentuk umbinya lonjong dan kecil. Namun
somaklonal dari varietas Sumenep dapat menghasilkan umbi dengan ukuran yang
lebih besar dari varietas aslinya dan warna umbi merah muda. Selain
itu varietas Sumenep sangat renyah dan enak untuk bawang goreng. Dan
nampaknya hasil somaklonal varietas Sumenep mempunyai daya adaptasi yang luas
pada beberapa agroekologi di dataran rendah hingga dataran tinggi (Baswasiati et
al, 2000)
Varietas bawang merah yang selama ini
ditanam oleh petani umumnya varietas yang sesuai ditanam di musim kemarau saja
namun rentan terhadap serangan hama ulat grayak serta penyakit penting pada
bawang merah. Seperti halnya 8 varietas unggul yang telah dilepas Pemerintah
antara lain varietas Bima Brebes, Maja, Keling, Medan , Super Philip, Kramat-1,
Kramat-2 dan Kuning hanya sesuai untuk musim kemarau. Sedangkan
varietas unggul bawang merah yang sesuai pada musim hujan dan telah dilepas Pemerintah
hanya varietas Bauji.
Usahatani bawang merah pada musim
kemarau menghasilkan pasokan produksi yang tinggi karena cukup banyak ragam
varietas yang dapat ditanam di musim kemarau. Seperti halnya di
sentra produksi Brebes, petani menanam beragam varietas bawang merah yang ada,
termasuk varietas Sumenep. Sedangkan di Jawa Timur, petani hanya
menanam varietas Super Philip karena produktivitasnya lebih tinggi dibandingkan
varietas lainnya.
Pada musim hujan, petani tetap
menggunakan varietas yang sesuai untuk musim kemarau seperti Super Philip,
Bima, Kuning, Maja karena keterbatasan varietas yang sesuai untuk
musim hujan . Varietas Bauji untuk sementara ini ditanam oleh petani
di wilayah Nganjuk dan Kediri pada musim hujan, walaupun sebenarnya sudah
dikenal petani Probolinggo dengan nama bawang Biru dan ditanam oleh petani
Probolinggo pada musim kemarau dan musim hujan.
3.
Ketergantungan
petani bawang merah terhadap benih impor
Dalam usahatani bawang merah, benih
merupakan salah satu faktor produksi yang memerlukan biaya tinggi, dengan
kebutuhan benih sekitar 800-1.200 kg/ha. Tingginya kebutuhan benih
bawang merah baik dalam bentuk benih komersial maupun benih sumber , ternyata
belum diikuti produksi benihnya. Selain itu petani bawang merah di Indonesia
nampaknya sangat tergantung terhadap benih impor seperti varietas Super Philip
dan varietas dari Thailand, India dan Vietnam (berkembang di daerah
Brebes). Padahal benih impor varietas bawang merah yang tersebar di Indonesia
merupakan bawang merah untuk konsumsi yang disimpan 2-3 bulan. Hal
ini karena belum banyak produsen yang mau bergerak di bidang perbenihan
bawang merah. (Indrawati dan Padmono, 2001) . Kendala tersebut
disebabkan antara lain : a) usaha perbenihan bawang merah membutuhkan modal
yang cukup tinggi dan areal serta gudang yang luas, b) pengetahuan dan
ketrampilan SDM terutama dalam produksi benih masih rendah , c) daya simpan
benih bawang merah rendah (2-5 bulan ) dengan susut bobot yang tinggi , d)
permasalahan penyimpanan benih dapat diatasi dengan pembentukan benih berupa
biji, sayangnya ketrampilan ini cukup sulit disosialisasikan pada petani
4.
Kendala
dalam hal sosialisasi dan substitusi varietas unggul bawang merah
Nampaknya selera produsen dan konsumen
bawang merah di beberapa wilayah sentra produksi di Indonesia cukup
beragam dalam memilih dan mengembangkan suatu varietas. Konsumen dan
produsen bawang merah di Jawa Timur sangat menyukai varietas Super Philip
karena produktivitasnya tinggi, umbi besar dan bulat, warna umbi menarik –
merah keunguan mengkilat walaupun rasanya tidak terlalu pedas. Oleh
karenanya varietas Super Philip menyebar merata pada semua areal pertanaman
bawang merah di Jawa Timur dengan luasan 25.000 hektar dan selalu dijumpai di
pasar wilayah Jawa Timur.
Sedangkan di wilayah Kabupaten Brebes
sebagai sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia (dengan luas areal
tanam 16.993 hektar) dan di Jawa Tengah pada umumnya (dengan luas areal tanam
55.578 hektar) terdapat varietas bawang merah yang beragam (Diperta Propinsi
Jateng, 2001). Varietas-varietas yang dikembangkan di Jawa Tengah
terdiri dari varietas lokal dan varietas introduksi , antara lain : Bima
Brebes, Kuning, Sumenep, Ampenan, Maja Cipanas, Medan, Tawangmangu Baru, Super
Philip, India, Thailan dan Vietnam (Indrawati dan Padmono, 2001). Hal
ini menunjukkan perbedaan selera konsumen dan produsen di beberapa
wilayah yang mempengaruhi terhadap perkembangan suatu varietas
unggul/varietas baru.
Seperti halnya varietas Bauji yang
telah dilepas menjadi varietas unggul untuk musim hujan nampaknya
baru berkembang di daerah asalnya yaitu di kabupaten Nganjuk dan
sekitarnya. Usaha untuk sosialisasi varietas Bauji sudah dilakukan
pada setiap kesempatan , baik secara formal dan non formal seperti
Temu Lapang, Pelatihan dan pertemuan dan wawancara langsung dengan petani
bawang merah . Namun sampai saat ini varietas Bauji baru berkembang
dengan luas areal tanam sekitar 5.000 hektar. Hal ini karena
produktivitas varietas Bauji lebih rendah dibandingkan varietas Super Philip
bila ditanam di musim kemarau . Sedangkan pada musim hujan, varietas
Bauji lebih unggul dibandingkan varietas Super Philip. Selain itu
oleh para tengkulak , hasil panen varietas Bauji dihargai lebih rendah
dibandingkan varietas Super Philip sehingga petani memilih menanam varietas
Super Philip walaupun musim hujan. Dan keterbatasan produsen benih
varietas Bauji dengan usaha dalam skala kecil yang hanya berada di Nganjuk dan
beberapa di Kediri mempengaruhi ketersediaan benih varietas tersebut.
III.
PEMILIHAN
VARIETAS
Banyak varietas
bawang merah yang dibudidayakan di Indonesia. Sampai saat ini
perbanyakan dari varietas-varietas tersebut dilakukan secara vegetatif dengan
umbi, padahal varietas tersebut mampu berbunga dan berbiji secara alami kecuali
varietas Sumenep. Karena selalu dibiak secara vegetatif maka praktis
tidak ada perubahan susunan genetiknya dan karena itu sampai sekarang tidak
didapatkan varietas yang tahan terhadap penyakit daun yang sering menggagalkan
pertanaman bawang merah (Permadi, 1992).
Terdapat dua
varietas unggul bawang merah yang baru dilepas oleh Menteri Pertanian pada
bulan Maret 2000 dan usulan pelepasannya dilakukan oleh BPTP Jawa Timur. Kedua
varietas tersebut adalah Super Philip (atau lebih dikenal oleh petani sebagai
varietas Philipine) dan varietas Bauji yang berasal dari Kediri/ Nganjuk
. Serta satu varietas yaitu Batu Ijo yang masih dalam proses
pelepasannya.
Varietas Bauji
merupakan varietas lokal yang belum banyak dikenal oleh petani bawang merah. Namun
di sentra produksi bawang merah Nganjuk dan Kediri sudah umum di tanam di musim
hujan. Keragaan tanaman varietas Bauji agak berbeda dengan varietas
Super Philip terutama pada penampilan daun dan umbinya. Daun bawang
merah varietas Bauji lebih ramping (kecil) dengan warna lebih hijau dan sudut
antara daun lebih kecil dibanding Super Philip. Varietas Bauji bila
ditanam di musim hujan nampak lebih kekar dibanding varietas Super Philip dan
beberapa varietas lain seperti Bima, Ampenan, Kuning dan sebagainya. Namun
bila Bauji ditanam di musim kemarau kurang vigour pertumbuhannya dibandingkan
varietas Super Philip. Varietas Bauji akan tumbuh dan berproduksi
lebih baik di musim hujan karena varietas ini lebih menyukai pada kelembaban
udara yang tinggi dan tahan terhadap curah hujan yang tinggi mulai awal
pertumbuhan sampai tanaman dipanen. Sedangkan varietas bawang merah
lainnya kecuali varietas Sumenep sudah tidak mampu tumbuh dan berproduksi
dengan baik karena daunnya sudah hancur terkena air hujan (Baswarsiati dkk,
1995 dan 1996; Rosmahani dkk, 1997; Korlina dkk, 1998).
Dari hasil
pengujian tersebut tampak bahwa produktivitas varietas Bauji lebih tinggi
dibanding varietas pembanding lainnya kecuali dengan Bali Ijo bila ditanam di
musim hujan. Hasil umbi kering bisa mencapai 13,65 ton per hektar dengan
jumlah anakan per rumpun lebih dari 10 serta tinggi tanaman di atas 35
cm. Ciri penting dari varietas Bauji yaitu daunnya nampak lebih
langsing (sempit) dengan warna daun hijau tua, daun tebal, sudut daun kecil
(lebih tegak), warna umbi merah keunguan mengkilat, bentuk umbi bulat lonjong
dan daun nampak kekar bila ditanam di musim hujan.
Varietas bawang
merah Bauji yang merupakan varietas lokal asal Nganjuk telah dilepas dengan
Keputusan Menteri Pertanian No 65/Kpts/TP.240/2/2000 sebagai
varietas unggul untuk musim hujan karena memiliki daya hasil tinggi dan stabil,
toleran terhadap kelembaban udara tinggi dan curah hujan tinggi.
Sedangkan
bawangmerah varietas Philipine yang merupakan introduksi dari Philipine, sudah
lebih dari 15 tahun dikenal dan ditanam petani dan telah menyebar ke berbagai
sentra produksi bawangmerah . Saat ini di Jawa Timur, hampir seluruh
petani bawangmerah menanam varietas Philipine dan tidak lagi menanam varietas
bawangmerah lokal seperti Ampenan, Bima yang dulu sebelum munculnya varietas
Philipine mendominasi varietas bawangmerah yang ditanam petani. Luas tanam
bawang merah varietas Philipine hampir di seluruh areal pertanaman bawang merah
di Jawa Timur yaitu sekitar 24.610 hektar (Diperta Prop. Jatim,
1998)
Keistimewaan
varietas Super Philip adalah bentuk umbi bulat dengan warna merah keunguan
mengkilat, umbi besar dengan rata-rata 8-10 g/umbi dan hal ini sangat disukai
konsumen. Selain itu varietas Philipine mampu bertahan dipenyimpanan lebih
dari 4 bulan. Tinggi tanaman bisa lebih 40 cm dan bila ditanam di
dataran tinggi dengan kondisi tanah subur bisa mencapai tinggi lebih 50 cm. Jumlah
anakan berkisar 10-12, umur panen 55-60 hari bila ditanam di dataran rendah dan
70 hari bila ditanam di dataran medium sampai tinggi. Sedangkan produktivitas
varietas Philipine yaitu 17 – 18 t/ha umbi kering Oleh karenanya
varietas Philipine telah dilepas oleh Menteri Pertanian menjadi
varietas unggul dengan nama Super Philip berdasarkan Keputusan No
66/Kpts/TP.240/2/2000.
Varietas Batu
Ijo merupakan varietas lokal asal Batu yang telah ditanam petani kawasan Batu
puluhan tahun dengan nama asal Bali Ijo. Varietas ini telah diusulkan
pelepasannya karena mempunyai beberapa kelebihan antara lain umbi sangat besar
(> 20 gram/umbi) mirip dengan bawang Bombay. Jumlah anakan sedikit 2-5
anakan per rumpun. Daun tanaman lebih lebar seperti bawang daun. Batu
Ijo sesuai ditanam di musim kemarau , di dataran rendah hingga dataran tinggi
(10-1300 m dpl).
IV.
KESESUAIAN
AGROEKOLOGI
Persyaratan
kesesuaian agroekologi untuk usahatani bawang merah terutama ditentukan oleh
kelembaban, tekstur, struktur dan kesuburan tanah. Secara umum
tanaman bawang merah memerlukan bulan kering 4-5 bulan , curah hujan 1000-1500
mm/th, drainase dan kesuburan baik, tekstur lempung berpasir dan struktur remah
(Widjajanto et al, 1998). Sedangkan setiap varietas bawang merah
mempunyai daya adaptasi yang lebih khusus pada agroekologi tertentu , seperti
halnya varietas Super Philip dan Bauji.
Bawang merah
varietas Super Philip dapat diusahakan mulai di dataran rendah hingga di
dataran tinggi, yaitu 20 m – 1000 m dpl. Sangat sesuai ditanam di musim kemarau
dengan sinar matahari dibutuhkan sebanyak-banyaknya dan lahan tidak ternaungi.
Tanah yang diinginkan yaitu berdrainase baik dan kesuburan tinggi, tekstur
lempung berpasir dan struktur remah dengan pH 6-6,5. Dapat
dibudidayakan di lahan sawah, lahan kering atau lahan tegalan, dengan jenis
tanah bervariasi dari Aluvial, Latosol dan Andosol (Baswarsiatiet al,
1998).
Bawangmerah
varietas Bauji dapat diusahakan di dataran rendah yaitu 20 m –400 m dpl, sangat
sesuai ditanam di musim hujan.. Tanah yang diinginkan berdrainase baik dan
kesuburan tinggi, tekstur lempung berpasir dan struktur remah dengan pH
6-6,5. Dapat dibudidayakan di lahan sawah, dengan jenis tanah
bervariasi dari Aluvial, Latosol dan Andosol (Baswarsiati et al ,
1998).
V.
PENGOLAHAN
TANAH
Bawang merah membutuhkan
kondisi tanah yang lebih gembur dibanding tanaman sayuran lainnya . Oleh
karenanya pengolahan tanah pada bawang merah dilakukan sampai beberapa kali
hingga tanah benar-benar menjadi gembur. Bila tanah yang digunakan
merupakan tanah bekas ditanami jagung maupun tebu, maka sisa tanaman tersebut
harus dibersihkan hingga akar-akarnya supaya tidak mengganggu pertumbuhan
bawang merah. Dapat juga menggunakan herbisida sebelum tanah di olah untuk mematikan
rumput dan gulma lainnya seperti Goal maupun Roundup yang diberikan dua minggu
sebelum tanah diolah. Tanah diolah dengan cara dibajak lebih dari 4 kali hingga
tanah menjadi gembur dan tanah dikeringkan lebih dari seminggu .Kemudian tanah
dihaluskan lagi, setelah halus dapat dibuat bedengan dengan ukuran
Untuk musim kemarau : tinggi bedengan 25 cm
kedalaman parit 30-40
cm
lebar parit 50 cm.
Untuk musim hujan : tinggi bedengan 40 cm
kedalaman parit 50 cm
lebar parit 50 cm.
Pada budidaya
bawang merah sangat diperlukan pembentukan bedengan, dimana adanya bedengan
berfungsi agar tanaman bawang merah tidak selalu tergenang air , dan air yang
disiramkan segera habis terserap. Setelah bedengan terbentuk, maka
ditaburi pupuk kotoran ternak (pupuk kandang ) yang sudah benar-benar matang,
ditandai dengan kotoran ternak sudah seperti tanah yang gembur. Dosis
untuk kotoran ayam sebanyak 5 ton/ha, sedangkan untuk kotoran sapi maupun
kambing sekitar 10-15 ton/ha. Namun dosis ini bisa menjadi lebih
banyak maupun lebih sedikit tergantung dari kesuburan tanah.
Pupuk kandang
yang diberikan bersamaan dengan pembuatan bedengan merupakan perlakuan
pemberian pupuk dasar . Selain itu diberikan juga
pupuk SP 36 dengan dosis 200 kg/ha swebagai pupuk dasar , yang ditaburkan
merata pada seluruh permukaan bedengan. Pupuk kandang maupun SP 36
diberikan seminggu sebelum tanam. Setelah tanah dipupuk maka tanah diairi agar
pupuk dapat meresap ke dalam tanah.
VI.
PENANAMAN
Musim tanam
optimal untuk bawang merah yaitu pada akhir musim hujan bulan Maret
– April dan musim kemarau Mei – Juni, tetapi di daerah pusat produksi dapat
dijumpai penanaman bawang merah tanpa mengenal musim, Untuk
penanaman di luar musim (off season) perlu memperhatikan pengendalian hama dan
penyakit lebih cermat.
Penanaman
dilakukan setelah tanah dan bibit sudah dipersiapkan, dimana sebelum dilakukan
penanaman tanah harus diari agar saat penanaman kondisi tanah gembur Seperti
yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa bibit sebelum ditanam lebih baik
dibersihkan dan diseleksi terlebih dulu agar pertumbuhan tanaman menjadi baik. Bila
tidak diseleksi ditakutkan tercampurnya bibit yang jelek karena terserang
penyakit seperti Fusarium , maka akan mengakibatkan pertanaman hancur karena
Fusarium tersebut. Pembersihan bibit dilakukan sehari sebelum ditanam serta
ujung bibit sudah dipotong , dan esoknya dapat dilakukan penanaman.
Untuk
mempercepat proses penanaman, maka sebaiknya bedengan yang akan
ditanami sudah digariti sesuai dengan jarak tanam yang digunakan , sehingga
penanaman lebih mudah dilaksanakan. Jarak tanam yang dianjurkan
yaitu 20 cm x 15 cm, namun bila umbi bibit besar maka dapat menggunakan jarak
tanam 20 x 20 cm. Penanaman dilakukan dengan cara menanam 2/3 bagian
umbi ke dalam tanah, sedangkan 1/3 bagiannya muncul di atas tanah.
VII.
PENINGKATAN
MUTU DAN HASIL PANEN
Ø Umur panen
tergantung varietas, namun dapat menggunakan dasar : untuk konsumsi :
50-60 hari setelah tanam (di dataran rendah) 70-75 hari setelah tanam (di
dataran tinggi kerebahan daun 70-80 % untuk umbi bibit : 65-70 hari
setelah tanam (di dataran rendah) 80-90 hari setelah tanam (di dataran tinggi kerebahan
daun 90 %
Ø Waktu panen
udara cerah dan tidaj basah
Ø Keseluruhan daun
tampak menguning
Ø Sebagian umbi
nampak tersembul keluar
Ø Cara panen
dengan mencabut keseluruhan tanaman secara hati-hati
Ø Hasil panen
diikat 1-1,5 kg setiap ikatan
Ø Pelayuan atau
curing sebelumbawang merah dikeringkan dengan menjemur 2-3 hari di
bawah terik sinar matahari
Ø Pengeringan
dilakukan 7-14 hari, hingga mencapai susut bobot 25-40 % atau sampai kering
askip
Ø Untuk mengetahui
kesiapan umbi kering askip yaitu menyimpan sedikit contoh dalam kantong plastik
putih selama 24 jam, bila sudah tidak ada titik air dalam kantong, berarti
sudah mencapai kering askip
Ø Penyimpanan
bawang merah dapat dilakukan di atas perapian , menggunakan para-para bambu dan
di bawahnya diberi pengasapan
Ø Penyimpanan di
ruang berventilasi sangat baik karena mempunyai sirkulasi udara yang baik dan
dapat mencegah serangan hama dan penyakit seperti rumah sere dan gudang
berpembangkit vorteks (mengubah aliran udara jenuh dalam gudang, dengan
menghembus ke atas keluar gudang dan digantikan udara luar yang lebih bersih
oleh adanya vorteks).
Ø Sortasi
dilakukan untuk memisahkan umbi yang sehat , utuh dan menarik dengan umbi yang
telah rusak. Sortasi dapat meningkatkan nilai jual dan mencegah
penularan penyakit
Ø Grading
dilakukan untuk menentukan tingkat mutu produk, sehingga harga dapat ditentukan
sesuai mutunya. Grading dilakukan dalam beberapa kelas yaitu kelas I
diameter > 2,5 cm, kelas II =1,5-2,5 cm , kelas III < 1,5 cm.
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Komentar Disini